Batu bertulis adalah dokumen tertua dalam sejarah manusia dalam berkomunikasi melalui tulisan. Walaupun mungkin satu dua kata, tulisan di batu bertulis itu berisi jutaan makna dan pesan. Tulisan itu telah melahirkan tak terbilang interpretasi di saat ini.
Dulu, batu itu ditulisi mungkin hanya sebagai catatan para ilmuawan atau bangsawan saja, biar apa yang terpikirkan dan terasakan oleh mereka pada saat itu dapat dimanfaatkan di hari-hari mendatang ketika otak tak sanggup lagi menghapalnya. Mungkin juga, batu itu ditulisi dengan maksud untuk membawa pesan, baik kepada kawan maupun lawan. Terbukti kini, tulisan-tulisan di batu bertulis itu, terbukti mampu untuk mengusung persaudaraan, melerai perselisihan, dan bahkan mampu untuk melumpuhkan perlawanan.
Budaya menulis kata di atas media apa saja belum selesai sampai hari ini. Bahkan budaya itu makin menjadi-jadi. Mungkin budaya ini tak akan pernah habis, karena terkait kepada eksistensi manusia itu sendiri. Saya tak tahu, kapan kita akan berhenti menulis kata, dan saya juga tak tahu apakah menulis kata dapat digantikan pada suatu ketika oleh melukis, menyanyi, atau menari.
Lihatlah, hari ini kita menulis dimana saja, bukan saja di batu seperti dulu, tapi kini di kertas, di baju, bahkan di paha atau bahu sendiri. Pernah melihat tulisan di cangkir, di piring, di tembok pagar, dan di dinding kakus? Itu semua menunjukkan kepada kita bahwa tak ada satu mediapun yang tak tergunakan untuk merekam pikiran dan perasaan manusia, atau sekedar untuk menyampaikan pesan, ingatan, dan pujian kepada orang lain. Apapun motifnya, semua media telah dimanfaatkan.
Panjang tulisanpun kini bermacam ragam, mulai dari satu huruf, misalnya huruf "g" yang dikirim melalui sms untuk mengatakan "tidak", sampai dengan puluhan kitab yang dijilid setebal bantal. Di alam digital sekarang ini lebih-lebih lagi, ternyata manusia menulis lebih rakus, baik sebagai catatan untuk diri sendiri maupun sebagai pesan untuk orang lain. Semua itu disebabkan oleh telah ditemukannya media yang memampukan manusia menenteng milyaran kata dan mengepitkan di kancing baju (maksudnya di simpan di fash disk). Tak ada batasan lagi. Tapi saya ragu, untuk apa semuanya itu.
Betapapun budaya dan teknologi tulis menulis telah berkembang begitu maju, saya tetap sangsi, apakah kata-kata bisa memprosakan segala-gala yang ada dalam sepak terjang manusia. Betapapun kata-kata memiliki kemampuan luar biasa mengungkap pikiran dan perasaan, namun kata tetap terbatas pada runag dan waktu. Mampukah kata merekam semua yang ada dalam pikiran manusia, baik fiksi maupun fakta? Mampukah kata mengungkit perasaan manusia kini, apalagi yang lama? Saya tak tahu, atau lebih tepatnya, saya ragu.
Saya tertarik dengan dunia tulis menulis, dunia sastra, gerbang dunia untuk untuk suatu perubahan. Saya juga tertarik dengan para pujangga, yang sangat mahir memintal kata. Bagaimana dengan anda? Pujangga, sastrawan, penulis ataupun nama lainnya tak mungkin terlepaskan dengan tulisan-tulisan itu sendiri. Tanpa mereka, tulisan-tulisan itu tak akan ada di dunia. Ribuan pujangga telah lahir ke dunia, datang dan pergi seirama dengan silih bergantinya zaman, dan meninggalkan karya untuk kita baca di hari ini. Ada pujangga melankolis yang bemain kata hanya untuk tema cinta, syahwat, dan nafsu keparat. Ada pujangga yang meracik kalimat untuk merekam temuan mereka dalam bidang sains dan teknologi. Ada pujangga yang bersih hatinya, jujur tulisannya, yang menginginkan dunia hari ini menjadi lebih baik dari hari kemarin. Dan sudah pasti, ada pujangga yang suka memaki carut marut dunia, menyebar fitnah dan dusta kemana-mana, menulis apa saja tak peduli apa reaksi orang padanya. Pokoknya, ada semua.
Inilah latar belakang saya melahirkan sebuah blog yang khusus menampung ide, gagasan, dan unek-unek tentang kata, sastra, dan punjangga . Di blog ini, saya berharap kita akan menggali dan memperbincangkan hakikat kata, mulai dari maknanya secara sendiri-sendiri sampai dengan beragam pesan yang bisa dikandungnya setelah kata itu berada dalam susunan berupa frasa, klausa, kalimat, alinea, sampai wacana. Kita akan memperkatakan gaya dan ragam penuturannya. Retorika? Ya, tentu saja. Jangan lupa, kita akan ungkit pula sejarahnya sejak zaman purbakala, dan kita akan gunjingkan misterinya sampai nanti, saat manusia tak sanggup berkata-kata lagi.
Yang terakhir, ini rahasia kita berdua. Jangan bilang siapa-siapa. Di blog ini, kita juga akan membicarakan , apakah sastra, tulis menulis, atau apa saja istilahnya, dapat mendatangkan sedikit tambahan rizki untuk membeli kertas dan pena. Kalau perlu, kita bicarakan juga kemungkinannya untuk membeli mobil atau pesawat terbang. Bukan untuk bermewah-mewah, tapi agar kita bisa keliling dunia mencari inspirasi bahan tulisan kita itu sendiri . Ah, capek deh! Yang terpenting agar dengan kajian kata, sastra, dan punjangga, kita bisa memberi guna dan manfaat untuk bekalan dunia dan di akhirat. Wallahu a'lam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar