Tampilkan postingan dengan label Retorika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Retorika. Tampilkan semua postingan

Selasa, Oktober 28, 2008

Teknik Penciptaan Modus

Ada tiga modus dalam suatu wacana yaitu modus deskripsi, narasi, dan eksposisi. Deskripsi artinya melukiskan suatu objek dengan kata-kata. Narasi artinya menceritakan suatu kejadian dengan kata-kata. Sedangkan eksposisi artinya menerangkan pengertian sesuatu, baik objek maupun konsep dengan kata-kata. Deskrpisi, narasi, dan eksposisi dipergunakan silih berganti dalam satu wacana.

DESKRIPSI

Seorang deskriptor yang piawai mampu membawa pembacanya bertualang menembus ruang dan waktu. Dia mampu membawa pembaca memasuki gua-gua persembunyian para gerilyawan, memasuki pasar-pasar becek dan bau, memasuki mal mewah. Deskriptor mampu membawa pembaca bertualang ke kota-kota manapun secara menakjubkan, baik kota modern, kota kuno, dan bahkan kota fantasi di ruang angkasa. Mengapa demikian?

Deskripsi adalah bagian dari tulisan yang memanfaatkan kosa kata yang dapat mengaktifkan indra pembaca. Deskripsi menggunakan kata-kata yang dapat membawa membaca melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan meraba.

Ketika seorang deskriptor menuliskan kata-kata indah, cantik, buruk, belang, silau, terang, dll pembaca seolah-olah akan melihatnya karena kata-kata itu dapat mengaktifkan syaraf penglihatan pembaca. Kalau dia menggunakan kata-kata seperti busuk, sumpek, anyir, dll, pembaca akan menutup hidungnya. Syaraf penciumannya langsung bekerja. Kata-kata seperti renyah, kelat, sedap akan mengaktifkan kelencar air liur. Demikianlah kata-kata tertentu dapat mengaktifkan indra-indra manusia.

Jika Anda mendeskripsikan sesuatu, bayangkanlah bahwa Anda sedang membawa pembaca Anda untuk melihat, mendengar, mencium, mengecap dan meraba apa yang sedang Anda deskripsikan itu. Bahkan deskripsi yang baik mampu membawa pembaca memiliki efek-efek psikologis seperti benci, marah, jijik, senang, bernafsu dll. Inilah yang diistilah oleh para ahli dengan show not tell.

Maksudnya, jika Anda ingin pembaca Anda merasa benci dengan seseorang yang jahat, Anda jangan mengatakan bahwa dia jahat. Deskripsikanlah orang itu. Aktifkan penglihatan pembaca agar ia melihat langsung sosoknya, tatapan matanya, giginya, dan pakaiannnya. Perlihatkan caranya memukul orang, menganiaya orang. Gunakan kata-kata indria. Dengan demikian pembaca akan menyimpulkan bahwa orang itu benar-benar jahat. Memang itulah yang ingin Anda sampaikan bahwa dia jahat, tapi dengan cara deskriptif yang teliti, Anda hanya menggiringnya menyimpulkan hal yang sama dengan Anda. Cerdas bukan?

Deskripsi yang cerdas dapat menstimulasi emosi. Tulisan yang dilengkapi dengan deskripsi semacam ini dapat menghidupkan tulisan sehingga enak dibaca. Walaupun demikian penulis non fiksi harus hati-hati dalam menulis deskripsi untuk stimulasi emosi ini. Bisa-bisa tokoh yang Anda deskripsikan itu membantah tulisan Anda dan memperkarakan Anda ke polisi.

Karena takut menjadi fitnah itulah, penulis non fiksi selalu memasukkan tokoh aku dalam narasinya. Semua stimulasi emosi dilimpahkan kepada tokoh aku sehingga tokoh-tokoh lain cukup dijelaskan apa adanya sesuai data yang tersedia. Tulisan feature (jurnalisme sastrawi) menggunakan trik ini.

Salah satu sebab manusia menciptakan cerita fiksi adalah agar penulis mampu membuat deskripsi yang dalam terhadap suatu tokoh, waktu, tempat atau suatu kejadian agar memberikan stimulasi yang sedalam-dalamnya kepada pembaca. Hal ini tidak masalah karena tokohnya fiktif. Bahkan kadang-kadang tempat dan kejadiannya semuanya fiktif.

Deskripsi fiktif hanya memberikan pesan-pesan moral saja kepada pembacanya di samping keindahan seni berbahasa. Semua data, nama, tempat, dan bahkan kejadian yang dideskripsikan tidak dapat dijadikan pegangan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di sinilah kelebihan sekaligus kekurangan fiksi di bandingkan dengan non fiksi.

NARASI

Bernarasi artinya membawa pembaca Anda memasuki perjalananan dalam dimensi waktu. Anda membawanya berada dalam adegan-adegan dari waktu ke waktu. Berbeda dengan deskripsi yang menjelaskan bentuk fisik suatu objek seperti warna, bau, bentuk, rasa, dll, narasi menjelaskan kejadian.

Karena narasi adalah penjelasan tentang kejadian, selalu di dalamnya ada plot dan adegan. Plot adalah garis waktu sedangkan adegan adalah kejadian yang terjadi dalam satu waktu yang bersambung. Perhatikan narasi berikut.

Saya sedang makan ketika saya mendengar suara orang berjalan di depan pintu. Saya berhenti mengunyah dan menoleh ke pintu. Tak lama kemudian saya mendengar ketukan. Saya berkata dalam hati, "siapa yah? Malam-malam begini bertamu." Saya lalu berdiri dan bergerak pelan ke pintu dengan penuh penasaran. Padahal di mulut saya masih ada makanan yang belum selesai saya kunyah.

Tulisan di atas adalah narasi. Plotnya ditunjukkan oleh kata-kata ketika, tak lama kemudian,dan lalu. Kejadian diungkapkan dengan kata-kata seperti sedang makan, mendengar, berhenti mengunyah, mendengar ketukan pintu, dll. Rangkaian kejadian dalam waktu yang besambung tersebut dipandang sebagai satu adegan. Bila kejadian itu sudah berpindah ke titik waktu yang berjauhan, kejadian yang baru di pandang satu adegan lagi. Jadi, satu adegan bukan satu kejadian tapi sekumpulan kejadian dalam waktu yang sangat bersambung tanpa terputus.

Dalam prakteknya, deskripsi dan narasi sering dipakai bersamaan. Ketika seorang penulis mengisahkan suatu kejadian di suatu ruang tertentu, penulis sekaligus mendeskripsikan ruangan itu agar pembaca bukan saja mengikuti kejadiannya tapi juga melihat gambaran suasana ruangan tempat kejadian itu terjadi. Bahkan dengan ditambahkan deskripsi tentang tokoh-tokohnya, pembaca akan merasakan bahwa ia ada di tempat kejadian itu.

Ciri khas utama narasi adalah kejadian. Namun, setiap kejadian ada tokoh, tempat, waktu, adegan, dan plot. Tokoh adalah orang yang terlibat dalam kejadian itu, baik sebagai pelaku, penderita ataupun penyerta. Tokoh bisa orang pertama (seolah-olah penulis cerita) yang menggunakan kata ganti aku atau saya. Tokoh bisa orang ketiga (penulis seolah-olah hanya saksi) yang menggunakan kata ganti dia atau ia. Setiap kejadian ada tempat, dan setiap kejadian ada saatnya. Beberapa kejadian dapat diceritakan dalam waktu yang tidak terputus. Kumpulan kejadian tersebut walaupun dalam bentangan waktu yang panajang disebut adegan. Waktu terjadinya kejadian harus berada dalam satu garis waktu yang dinamakan plot. Plot tidak harus maju. Kadang-kadang plot bisa juga mundur, atau bahkan maju mundur.

Karena adanya tokoh di dalam narasi, manmbahkan kutipan langsung percakapan tokoh-tokoh berupa dialog-dialog membuat pembaca mendengarkan sendiri apa yang mereka katakan. Cara ini membuat narasi lebih hidup. Dengan membaca dialog-dialog itu pembaca akan tahu dengan sendirinya karakteristik tokoh yang tidak diceritakan oleh penulis. Berikut ini contoh narasi yang dilengkapi dengan dialog.

"saya benci dengan orang yang suka jam karet" kata Ani dalam hati. Sudah berjam-jam dia duduk menunggu, masih belum ada tanda-tanda suaminya datang. "Brengsek" katanya."Aku tak mau ke sini lagi besok-besok" sambil menghempaskan pantatnya ke tempat duduk di ruang tunggu terminal itu.

Narasi bisa fiktif dan bisa fakta tergantung Anda. Bila Anda membuat narasi fiktif, jangan Anda gunakan nama tokoh yang ril dalam cerita itu kalau Anda tidak mau diperkarakan ke pengadilan. Gunakanlah tokoh fiktif untuk narasi yang fiktif. Namun, jika Anda ingin menuliskan narasi yang benar-benar terjadi, pastikan semua dialog, data, waktu dan kejadian akurat dan dapat dibuktikan.

EKSPOSISI

Bila Anda menyebutkan suatu konsep atau istilah, sebaiknya Anda tidak boleh melewatkannya begitu saja tanpa memberi penjelasan apa yang Anda maksud dengan konsep itu. Anda perlu menejelaskan definisinya, baik dengan menjabarkan contohnya, menyebutkan kelompoknya, menyebutkan pengingkarannya. Cara seperti ini disebut eksposisi.

Dengan eksposisi, penulis memberikan kepahaman. Berbeda dengan deskripsi yang berorientasi untuk menghidupkan indra, eksposisi bertujuan menghidupkan syaraf pemahaman.

Anda mungkin suatu ketika mengatakan bahwa tulisan yang baik itu adalah tulisan yang menghinosis pembaca. Dalam kalimat itu ada kata menghipnosis. Anda tentu tak ingin pembaca Anda salah memahami apa yang Anda maksud dengan menghipnosis itu. Untuk itu kemudian Anda menejelaskan bahwa menghipsnosis berarti memberikan kesan yang dalam bagi pembaca dan memotivasinya untuk berbuat sesuatu. Anda dapat menambahkan bahwa menghipnosis bukan menyihir seperti yang dilakukan tukang santet. Andapun mungkin menambahkan lagi bahwa tulisan yang menghipnosis adalah tulisan yang menerapkan teknik-teknik retorika di dalamnya. Anda di sini berarti telah membuat sebuah eksposisi terhadap kata atau istilah hipnosis.

Mendefinisikan suatu istilah atau konsep termasuk ke dalam membuat eksposisi. Anda juga membuat eksposisi bila anda menjelaskannya dengan memberikan contoh, ilustrasi, pembanding, bukti, alasan atau Anda membuat klasifikasi. Pokoknya, eksposi membuat pembaca Anda terangguk-angguk ketika membaca dan dalam hatinya berkata, "ya…ya… ya, saya faham sekarang." atau "o… itu toh maksudnya."

Bersama-sama dengan deskripsi dan narasi, penggunaan eksposisi membuat tulisan Anda benar-benar hidup dan berbobot. Anda dapat menyelipkan eksposisi di tengah narasi. Anda dapat memasukkan eksposisi yang diselingi deskripsi. Ketiga modus tersebut akan bekerja bersama-sama. Narasi akan membawa membaca berada dalam dimensi waktu. Deskripsi akan membawa pembaca mengindera segala yang ada dengan keterlibatan emosi. Eksposisi akan membawa pembaca memahami apa yang terlihat maupun yang terjadi itu secara nalar. Penulis yang piawai tidak kan pernah melewatkan kombinasi ini. Eureka!

Sebelum kita beralih ke topik lain, saya harus menyampaikan kepada Anda bahwa ada sebagian ahli memasukkan persuasi dan argumentasi ke dalam modus wacana. Sebenarnya persuasi dan argumentasi bukanlah modus melainkan sifat suatu wacana yang dipengaruhi oleh maksud dan tujuan penulisan. Wacana yang bersifat persuasif ditujukan untuk mempengaruhi pembaca agar ia mau melakukan sesuatu yang diharapkan penulis. Wacana yang bersifat argumentatif ditujukan untuk mendebat suatu keyakinan agar pembaca meninggalkannya dan bersedia menerima keyakinan yang baru. Wacana yang bersifat informatif ditujukan untuk memberikan kepahaman dan pengertian kepada pembaca. Wacana yang bersifat rekreatif ditujukan untuk menghibur pembaca.

Walaupun semua sifat itu dapat dipisah-pisahkan, namun kenyataannya tulisan yang hebat mengandung kombinasi sifat-sifat itu. Satu wacana besifat menghibur karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang menyejukkan, sederhana, dan ringan. Tapi jangan lupa, secara implisit, penulis membawa pembaca kepada keyakinan tertentu dan membawa pembaca melakukan sesuatu, dan tak ketinggalan pula menyelipkan beberapa informasi yang berguna.

Untuk keempat sifat wacana tadi, semua modus yang sudah kita bahas di atas dapat dipakai. Kita dapat memasukkan deskripsi, narasi dan eksposisi ke dalam wacana persuasif. Demikian juga kita dapat memasukkan ketiga modus ke dalam wacana argumentatif, informatif dan rekreatif.

Teknik Diksi

Diksi akan efektif jika kita selalu mengiringi setiap pemilihan kata dengan dua pertanyaan, yaitu (1) apakah kata yang telah dipilih tersebut telah jelas? , (2) apakah kata tersebut telah sesuai?, dan (3) apakah ia menarik? Inilah tiga kata kunci sebagai kriteria memilih kata: jelas, sesuai, dan menarik. Jelas di sini artinya sejauh mana kata tersebut sanggup menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca seperti yang dipikirkan penulis. Sesuai artinya sejauh mana kata tersebut dapat diterima oleh pembaca dengan situasi atau suasana hatinya. Menarik, sejauh mana kata itu mampu menggerakkan pembaca secara emosional menyentuh seleranya.

Teknik diksi telah berumur ribuan tahun dan terus berkembang sampai hari ini agar kita dapat memilih kata-kata yang memiliki efek dinamis dari sekian banyak kosa kata untuk dipakai dalam tulisan.

Bila kita sudah menemukan satu kata, sebenarnya telah berbaris berpuluh-puluh alternatif di belakangnya untuk mengungkapkan gagasan yang sama. Yang menjadi masalah ialah bahwa kata-kata yang banyak itu tidak semerta-merta bermuculan ketika kita memerlukannya. Kata-kata itu bersembunyi, malu untuk keluar. Di sinilah perlunya penguasaan teknik diksi itu.

Langkah pertama dalam teknik diksi adalah mengekplorasi semua makna yang terkandung dalam satu kata yang kita pilih, baik makna leksikal maupun gramatikal, baik makna denotasi maupun konotasi, baik yang baru maupun yang sudah klise. Untuk keperluan ini, tidak ada sarana yang paling tepat selain kamus yang punya otoritas. Kamus yang punya otoritas dalam Bahasa Indonesia adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Kita sudah membahas pada artikel yang lalu istilah polisemi, yaitu kata yang memiliki banyak makna. Kita juga sudah bicarakan panjang lebar istilah homonimi, yaitu kata-kata yang mirip ejaannya tapi merupakan kata yang sama sekali berbeda. Dengan mengekplorasi kamus tersebut, kita akan mengatahui semua makna yang terkandung, baik polisemi maupun homonimi. Semua makna kata polisemi dalam KBBI ditempatkan dalam satu lema yang sama, tapi kata yang homonimi ditempatkan pada lema yang berbeda.

Hati-hati menggunakan kata beruang karena dapat berarti mempunyai uang, mempunyai ruang, atau binatang kutub. Kata buku bisa berarti kitab dan bisa berarti batas antara dua ruas. Demikian juga kata yang ejaannya mirip walaupun tidak persis sama, jangan sampai salah pakai seperti preposisi dan proposisi, bahwa dan bawah, Karton dan kartun.

Dengan memahami semua makna yang memungkinkan tersebut, kita akan dapat memutuskan untuk terus menggunakan kata yang sudah kita pilih atau akan menggantinya dengan kata lain yang lebih tepat yaitu jelas, sesuai, dan menarik. Untuk tulisan ilmiah, misalnya, kita akan menghindari kata-kata yang mengandung makna konotatif. Sebaliknya, tulisan fiksi, kita cendrung memilih kata tersebut untuk melukiskan emosi dan melahirkan imajinasi. Untuk tulisan yang ditujukan kepada pembaca umum, kita akan menghindari jargon ilmiah dan menggantinya dengan kata yang bersinggungan langsung dengan pengetahuan dan pengalaman calon pembaca.

Dari hasil ekplorasi makna, kitapun akan tahu makna yang sudah mengalami perubahan dari masa ke masa. Kata selalu mempunyai sejarahnya sehingga maknanya bisa berubah dari waktu ke waktu, baik menyempit, meluas, atau samasekali punah atau beralih ke makna lain. Suatu makna yang populer di suatu masa, pada masa yang lain telah menjadi klise. Kata seperti rembulan, mentari, bagaikan lebah beriring, seindah bintang kejora sudah merupakan kata-kata klise yang tidak sedap lagi dibaca. Adapula kata yang sudah sangat kuno, namun kalau diungkapkan kembali agar terjadi penyegaran makna.

Setelah ekplorasi makna suatu kata, baik yang polisemi maupun yang homonimi, langkah berikutnya adalah memeriksa kata-kata lain yang berkerabat dengan kata yang kita pilih; sinonim, antonim, hiponim dan derivatifnya. Setiap kata tersebut selalu berpeluang untuk digunakan untuk menggantikan kata yang sudah dipilih.

Sinonim adalah kata-kata lain yang serupa atau mendekati makna suatu kata. Kata cantik bersinonim dengan kata ayu, jelita, manis, jelita, dll. Kata itu berantonimkan kata-kata buruk, jelek, dll.
Kata cantik berhiponim dengan indah, paras muka, dll. Kata cantik berderivatif dengan kecantikan, tercantik, dll. Cantik pun berhubungan dengan kerabat dengan berhias, bersolek, make-up, kosmetik, dll.

Anda suatu ketika telah memilih kata pembantu. Dengan ekplorasi kata yang berkerabat dengannya, Anda akan menemukan kata pelayan, babu, jongos, hamba, sahaya, abdi, membantu, bantuan, perbantuan, dll. Anda dapat memilih salah satu yang memberikan efek khusus pada gagasan yang akan disampaikan.

Untuk keperluan ini semua, kita memerlukan satu tesaurus di tangan. Tesaurus yang baik tentulah tesaurus yang mendaftarkan semua kata, sebanyak-banyaknya yang berkerabat dengan satu kata. Sayang sekali tesaurus yang seperti itu belum ada. Sekarang sudah ada Tesaurus Bahasa Indonesia. Walaupun tesaurus yang tersedia sekarang ini masih belum menuliskan kata-kata secara lengkap, namun sudah cukup memadai untuk sekedar membantu kita menemukan kata-kata yang berkerabat dengan kata-kata yang kita pilih.

Batapapun di tangan Anda sudah ada kamus dan tesaurus, tanpa pertanyaan yang terus menerus diajukan tentang kejelasan, kesesuaian, dan kemenarikan suatu kata, pemilihan kata tetap tidak efektif. Pertanyaanpertanyaan itulah yang akan menggiring Anda memilih satu yang terbaik.

JELAS

Kata yang dipilih harus jelas bagi pembaca. Kejelasan akan memastikan ketepatan imajinasai pada pembaca dengan penulis. Bila tidak jelas, pembaca akan membayangkan suatu yang lain yang berbeda dengan yang dimaksud oleh penulis. Untuk mencapai kejelasan tersebut, pedoman berikut ini dapat dipergunakan.

Kata yang konkrit lebih jelas dibandingkan dengan yang abstrak. Jika kita menemukan dua kata, yang satu mempunyai makna yang konkrit dan dan satu lagi abstrak, maka gunakanlah yang konkrit. Kata yang konkrit menghasilkan imajinasi yang lebih tepat daripada yang abstrak. Kalau tidak ditemukan padanan kata yang konkrit, kita dapat menambahkan suatu deskripsi panjang lebar atas kata yang abstrak tadi sehingga lebih konkrit maknanya.

Ada kata yang dipakai luas dan umum dan ada kata yang dipakai dalam kelompok-kelompok khusus tertentu. Hindari kata-kata yang hanya dikenali di kelompok khusus untuk pembaca umum. Kata-kata yang digunakan di dunia akademis, mungkin tidak dikenali oleh pelanggan majalah wanita. Kata khusus tepat dipakai jika tulisan kita memang ditujukan pembaca khusus. Contohnya kata percobaan lebih bersifat umum daripada eksperimen. Tapi, di kelompok tertentu, kata eksperimen lebih tepat dari percobaan.

Contoh lain, kata herder lebih spesifik daripada kata anjing. Kata anjing lebih spesifik daripada binatang. Penggunaan kata herder mempunyai efek yang lebih jelas dibandingkan dengan penggunaan kata binatang, misalnya. Namun tetap berhati-hati karena karena kata yang sangat spesifik yang hanya dikenal di lingkungan tertentu mungkin tidak dikenal oleh pembaca taget. Misalnya, seorang penulis yang menyebutkan jenis spesies virus tertentu, seperti HN-55. Kata itu termasuk kata yang sangat sepesifik, tetapi mungkin tidak dikenali oleh pembaca tertentu kecuali penulis menambahkan penjelasan tambahan.

Pembaca akan memberikan respons penginderaan ketika membaca kata-kata yang bersentuhan dengan penginderaan. Kata jenis ini disebut kata indria. Penggunaan kata-kata jenis ini akan memberikan efek psikologis yang tajam. Kata-kata ini memberikan imajinasi yang sangat dalam. Gunakan kata indria tersebut sedapat mungkin untuk mendeskripsikan sesuatu. Kata-kata indria memiliki daya imajinasi yang sangat kuat yang mudah ditangkap oleh otak pengindraan pembaca.

SESUAI

Jika kita melihat konteks kata secara situasi dan kondisi pembaca, ada kata yang sesuai dan yang tidak sesuai walaupun makna leksikal kata itu tepat. Kata aku dan saya sama makna leksikalnya. Tapi, kata aku kurang sesuai untuk tulisan yang bersifat formal. Kata buang air kecil lebih sesuai untuk situasi tertentu dibandingkan dengan kata kencing. Jika Anda mengatakan sekelompok orang dengan kata bodoh dan terbelakang mereka mungkin akan marah. Tapi bila Anda tulis kurang memahami dan belum berkemajuan, mereka akan senyum-senyum saja.

Ada beberapa tips untuk mendapatkan kata yang sesuai dalam teknik diksi. Pertama, kenali benar target pembaca anda. Apakah mereka masyakat umum ataukah mereka kelompok tertentu, seperti kelompok ilmuwan, wartawan, pebisnis dll. Setiap kelompok memiliki kecendrungan penggunaan kata-kata tertentu dan ketabuan kepada kata-kata tertentu. Lebih parah lagi, satu kata yang sama dapat memiliki makna yang berdeda di kelompok yang berbeda.

Kedua, kenali benar jenis dan tulisan anda. Jika tulisan anda merupakan tulisan serius, ilmiah dan bersifat akademis, tentu anda tidak akan menggunakan kata-kata slang atau istilah percakapan lainnya. Sebaliknya bila tulisan anda bersifat populer dan menghibur, anda sebaiknya tidak menggunakan jargon-jargon ilmiah. Bila tulisan anda bertujuan untuk mengintimidasi emosi pembaca, kata-kata yang lebih sesuai tentulah kata-kata yang penuh emosional dan mempunyai efek indria.

MENARIK

Kata yang menarik adalah kata yang memberikan efek psikologis pada pembaca. Salah satu kata yang menarik adalah kata-kata yang singkat. Kalau ada dua kata yang memiliki makna yang sama, pembaca lebih senang dengan yang lebih singkat. Yang termasuk kata yang menarik adalah kata yang menunjukkan tindakan. Kata-kata jenis ini memberi tenaga. Pembaca lebih senang dengan dia melukai tangan dari pada dia membuat luka di tangan. Kata yang menarik adalah kata yang berona, berirama, atau kata-kata yang membuat seseorang menggerakkan aktif indranya.

Orang akan lebih tertarik membaca tulisan yang mengandung kata-kata yang menyentuh langsung pengalaman dan pengetahuannya dibandingkan dengan kata-kata yang tidak pernah dialaminya walaupun ia tahu makna kata itu.

Orang juga menyukai kata-kata yang penuh perumpamaan, metafora, dan personafikasi. Tulisan yang enak dibaca biasanya mengandung banyak unsur-unsur tersebut. Untuk tulisan yang non fiksi sekalipun akan enak dibaca bila dibumbui kata-kata yang penuh dengan perumpamaan, metafora, dan personafikasi asalkan tidak berlebih-lebihan.

Jadi, kalau kata yang jelas akan mantap memasuki nalar pembaca, maka kata-kata yang sesuai akan memenuhi cita-rasa pembaca sedangkan kata yang menarik akan memasuki ruang seleranya.

Dua buku yang tidak boleh lepas selama anda menulis adalah kamus dan tesaurus. Dengan kamus, Anda menemukan makna. Dengan tesaurus anda menemukan padanan kata yang berkerabat. Semakin sering Anda menggunakan satu kata dalam tulisan, semakin aktif kata tersebut dalam kosa kata Anda. Namun untuk memperkaya kosa kata, Anda harus membiasakan diri untuk terus membaca karya-karya yang kaya dengan kosa kata yang beraneka ragam. Andapun lama kelamaan akan menyerap kata-kata itu ke dalam kosa kata Anda.

Senin, Oktober 27, 2008

Retorika dalam Wacana

Sekitar tahun 1986, saya duduk di Masjid Salman, bersama jamaah lainnya menunggu berdirinya khatib Jum'at. Tak lama kemudian, berdirilah khatib yang ditunggu-tunggu itu. Dia seorang asing. Maksudnya, belum pernah saya dengar khotbahnya. Umurnya masih muda, belum sampai 40, berkacamata tebal. Itulah khotbah yang sungguh tak terlupakan. Dia bercerita tentang kepemimpinan. Kisah yang disampaikan di pembukaannya, urutan pesan-pesannya, bahkan do'a penutupnya semuanya telah menghypnosis saya. Sejak itu tokoh itu tak terlupakan. Sejak itu saya mengikutinya, mencari jadwal-jadwal ceramahnya, mengingat pembicaraannya. Dialah Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat).

Saya mulai berpikir, betapa besarnya manfaat sebuah khotbah yang memukau, menarik perhatian seperti khotbah Kang Jalal. Banyak materi khotbah atau ceramah tak kan hilang begitu saja. Saya bayangkan, kalaulah seandainya semua penceramah menyadarinya, banyak sekali perubahan akan terjadi di tengah masyarakat. Ceramah-ceramah agama akan dibanjiri pendengar. Pengajian-pengajian akan menjadi pusat perhatian.

Tapi sayang. Kebanyakan penceramah hanya sekedar berceramah. Ceramahnya tidak ditata sedemikian rupa sehingga menarik. Celotehan tukang obat yang menjajakan obat kudis di pinggir pasar kadang-kadang jauh lebih menarik daripada khutbah seorang khatib yang menjelaskan tentang pentingnya undang-undang pornografi. Akhirnya banyak ajaran agama dilecehkan, ditinggalkan, dan tidak diambil pduli oleh masyarakat.

Sejak saat itu, saya sangat tertarik untuk belajar bagaimana mengemas suatu ceramah menjadi ceramah yang menghypnosis seperti ceramah-ceramahnya Kang Jalal. Waktu itu saya belum berpikir mengenai istilah hypnosis. Saya hanya berpikir tentang ceramah yang berkesan, berpengaruh, dan tak terlupakan.

Tanpa sengaja di suatu toko buku di bandung tak begitu lama setelah pertemuan pertama saya dengan Kang Jalal, saya menemukan sebuah buku yang ditulis oleh Kang Jalal sendiri, judulnya Retorika Modern. Alangkah gembiaranya saya, terasa seperti pucuk dicinta ulam tiba. Saya tekuni buku ini. Saya ikuti lebih banyak ceramah-ceramah Kang Jalal dan saya bandingkan konsistensi antara apa yang dia tulis di buku dan apa yang dia praktekkan dalam ceramahnya. Pas. Sungguh menakjubkan. Semuanya pas. Kang Jalal menuliskan teori-teori persuasi dalam buku itu. Kang Jalal terbukti menata ceramah-ceramahnya berdasarkan teori itu. Apa yang ditulisnya dia jalankan. Ini berarti bahwa saya belajar retorika dari buku dan pengamatan sekaligus. Suatu kesempatan yang langka.

Secara diam-diam saya meniru Kang Jalal berpidato. Saya tiru gayanya. Saya tiru metodanya dalam menyusun pesan-pesan pidato. Bahkan saya kutip kosa katanya.

Pernah satu ketika saya menanyakan pada beliau, " Apakah Bapak tidak tulis buku tentang retorika untuk tulisan?" Saya merasa retorika untuk tulisan juga sangat saya perlukan. Saya juga ingin belajar menulis yang retoris, seperti saya sekarang belajar ceramah yang retoris. Beliau menjawab, "pada dasarnya, secara teoritis, retorika untuk lisan sama dengan tulisan. Retorika pada dasarnya adalah tatacara menata bahasa, baik berupa kata maupun kalimat, sehingga memberi pengaruh pada pendengar dan pembaca."

Jadi itulah ringkasnya retorika menurut Kang Jalal. Saya kemudian belum pernah menemukan tulisan beliau tentang retorika untuk tulisan. Saya yakin bahwa apa yang beliu tulis di retorika modernpun sebenarnya dapat diaplikasikan dalam bentuk tulisan.

Setelah itu satu demi satu buku Kang Jalal muncul di pasaran. Setiap saya membaca tulisannya, saya memeperoleh kesan yang sama mengesankannya seperti ceramahnya. Saya melihat bahwa tulisan-tulisan beliau telah ditata berdasarkan teori retorikanya. Beliau kini bukan saja pembicara yang sukses tapi juga penulis yang sangat mempengaruhi saya. Tulisan-tulisan beliau menghypnosis.

Baru-baru ini saya bertemu buku Hypnotic Writing karya Joe Vitale. Itupun tidak sengaja. Saya ambil buku itu di rak Gramedia hanya karena di sampulnya tertulis "Guru The Secret". Maklumlah saya baru saja menamatkan buku The Secret, dan saya sangat terpengaruh. Saya pun membeli buku Hypnotic Writing, dan membacanya sampai tamat.

Setelah tamat, baru saya sadar apa yang dikatakan Joe Vitale, bahwa dia tidak hanya akan menjelaskan apa dan bagaimana hypnotic writing itu, tapi akan mempraktekkannya melalui buku itu. Dia akan menghypnosis pembaca buku hypnotic writing. Saya ternyata benar-benar terhypnosis. Dalam satu hari saja, sebagiannya dalam perjalanan, saya telah membaca buku itu lebih dari separohnya. Dalam satu hari lagi saya menamatkan seluruhnya. Sayapun membaca buku itu sekali lagi sampai tamat. Luar biasa. Ini satu pengalaman yang menarik.

Tiba-tiba terpikir oleh saya, rasanya ada kaitan antara buku Retorika Modern-nya Kang Jalal dan Hypnotic Writing-nya Joe Vitale. Dulu saya menanyakan kepada Kang Jalal, "Apakah ada buku retorika untuk tulisan?" Buku Joe Vitale ini adalah buku itu. Sebenarnya buku Pak Jalal dapat dijuduli Hypnotic Speech, dan Buku Joe dijuduli dengan Tulisan yang retoris.

Saya setuju dengan Joe, bahwa hypnotic writing adalah tulisan yang ditata sedemikian rupa mengikuti kaedah-kaedah hypnosis. Itu artinya kita menambahkan teknik-teknik retorika dalam komposisi dasar. Dengan menata seperti itu maka tulisan kita akan menyedot perhatian pembaca. Perhatian tersebut akan bertahan sampai bacaannya selesai. Begitu asyiknya, sampai-sampai pembaca tak mau melewatkan membacanya kata demi kata. Tulisan itu sulit dilupakan. Saran-sarannya sulit ditolak. Bahkan perintahnya akan dilaksanakan. Itulah hypnotic writing.

Kalau begitu, begitu banyak orang yang mesti mempelajari hypnotic writing. Semua orang yang terlibat dengan komunikasi tertulis, wajib mempelajari hypnotic writing. Kalau tidak, tulisan mereka akan dibuang ke dalam kotak sampah. Hanya tulisan-tulisan yang menghypnosis saja yang akan dibaca orang sampai habis. Hanya tulisan yang menghipnosis saja yang akan mempengaruhi.

Banyak buku yang telah ditulis orang, namun buku-buku yang menghipnosis saja yang tetap melegenda. Joe menyebutkan beberapa buku yang menghipnosis seperti The Tempest dan Harry Potter. Dia menyebutkan juga beberapa yang lain yang semuanya menghipnosis.

Saya juga merasakan beberapa buku yang penah saya baca telah menghypnosis. Sebutlah beberapa diantaranya seperti karya-karya Abuya Ashari, Karya Kiyosaki. Dan karya penulis Indonesia seperti Mahbub Junaedi, Dahlan Iskan, dan yang yang saya sebut tadi; Jalaluddin Rakhmat.

Intinya, hypnotic writing adalah tulisan yang ditata untuk menghypnosis. Tulisan yang dikemas sedemikian rupa dengan pilihan kata, frasa, dan kalimat. Tulisan yang diformat, dan dibumbui cerita, data, bahkan gambar, dll yang sengaja ditujukan untuk menarik dan mempertahankan perhatian pembaca. Tulisan yang jelas, ringkas, dan efektif sehingga tak terlupakan. Tulisan yang membujuk pembaca untuk melakukan sesuatu yang sulit ditolak.

Mari ikuti apa yang akan saya tulis berikut ini. Saya akan mengajak anda menyelam sampai ke dasar hypnotic writing dan retorika, sehingga anda begitu dekat dengan kaedah-kaedahnya, mudah diaplikasikan semudah anda memasang sepatu anda sendiri. Bahkan saya bermaksud menghipnois anda dengan tulisan saya ini. Anda senang bukan? Bersiaplah.

Selasa, Oktober 07, 2008

Diksi

Banyak pengamat sastra yang mengatakan bahwa novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi, sebagai novel yang kaya diksi. Andrea sendiri sampai digelari seniman kata yang sangat piawai memilih kata kemudian merangkainya menjadi kalimat-kalimat yang indah dan bertenaga untuk melahirkan imajinasi yang mantap tentang guru, kawan dan sekolahnya. Itulah kehebatan diksi. Diksinya sungguh luar biasa.

Pernahkah anda mendengar istilah diksi sebelum ini? Secara harafiah diksi diterjemahkan sebagai pilihan kata. Maksudnya, dalam melihat hubungan antara kata dan segala yang maujud dalam pikiran manusia, kita jangan terpaku hanya kepada satu kata. Jutaan kata telah dicipta oleh manusia sepanjang peradabannya agar mereka dapat mengungkapkan pikiran mereka. Sehingga setiap saat, kita akan menemukan ada pilihan kata dari sekian banyak kata. Pilihan itu didasarkan kepada makna kata maupun bentuk kata. Pilihan itulah yang dinamakan diksi.

Mengapa harus memilih? Ketika kita memikirkan sesuatu, pertama sekali otak kita akan mengarahkan kit kepada satu kata yang sangat akrab dengan pengalaman hidup kita, yaitu kata-kata aktif. Otak kita jarang membawa kita kepada kosa kata pasif. Tapi, kalau kita coba renungkan agak dalam, lebih-lebih lagi kalau kita mencoba membuka tesaurus, sejumlah pilihan kata akan muncul, baik yang aktif maupun yang pasif. Bahkan, kita juga akan dibawa ke kata yang sama sekali baru. Sekarang muncullah kebimbangan, kata mana yang lebih tepat maknanya. Kebimbangan di sini bukan berarti negatif, karena semakin banyak pilihan semakin memungkinkkan kita menyampaikan pikiran secara tepat dan bertenaga.

Satu kata, dalam semua bahasa di dunia, bisa memiliki lebih dari satu makna tergantung pemakaian kata itu secara kontekstual. Kamus akan memberi tahu kita berapa macam kemungkinan makna yang dimiliki satu kata. Kata yang memiliki banyak makna seperti ini disebut polisem. Kalau membuka kamus, jangan lupa memeriksa semua makna yang dicantumkan untuk semua polisem itu. Barangkali, kita selama ini hanya mengenal satu atau dua makna saja. Kita baru terkejut setelah membuka kamus, kita menemukan lebih banyak makna dari yang kita duga.

Tahukah anda, bahwa kata korban adalah polisem yang memiliki dua makna? Kata tambang juga polisem dan memiliki lima makna. Demikian juga kata buku, bisa, kopi, amat termasuk polisem.

Apa yang kita sebut polisem di sini harus dibedakan dengan homonim, yaitu kata yang memiliki kesamaan bentuk. Tapi memisahkan antara polisem dan homonim tentu agak sulit dan tidak terlalu diperlukan bagi kegiatan tulis menulis.

Beberapa makna yang berbeda-beda yang dimiliki satu kata itu tidak hanya berbeda secara leksikal sesuai sejarah pembentukan kata tersebut, tapi berbeda secara kontekstual. Maksudnya, secara leksikal satu kata, misalnya, memiliki satu makna, tapi secara penggunaan, mungkin memiliki makna lain akibat pengaruh budaya penuturnya.

Untuk tulisan ilmiah, seseorang harus berhati-hati dalam memilih kata karena bisa jadi kata itu memiliki makna lain yang memungkinkan pembaca salah mengerti. Sebutlah kata bunga raya. Kata itu secara leksikal memiliki makna yang jelas, sebagai nama salah satu bunga. Tapi, dalam konteks tertentu, kata bunga raya dapat diartikan sebagai perempuan asusila. Dalam tulisan fiksi, kadang-kadang sengaja digunakan kata-kata yang memiliki makna lain agar diperoleh perluasan imajinasi. Di sinilah perlunya seorang penulis mempelajari kata-kata yang berkonotasi ke makna lain tersebut agar dia dapat dengan sengaja memakai atau menghindarinya.

Selain satu kata memiliki makna yang bebeda-beda, baik secara linguistik maupun secara kontekstual, satu kata juga memiliki kekerabatan dengan kata lain. Artinya, dari satu kata, kita dapat menelusuri kata lain yang maknanya masih dalam perkerabatannya. Ada empat perkerabatan kata, yaitu:

  • sinonim, berdasarkan kemiripan makna
  • antonim, berdasarkan keberpasangan makna
  • hiponim, berdasarkan kesegarisan makna
  • derivatif, berdasarkan keseturunan

Kata cantik, bersinonim dengan ayu, jelita, manis, molek, rancak, cakap, indah, dll. Kata pembantu bersinonim dengan babu, jongos, pesuruh, asisten., dll. Sinonim bukan berarti makna kata-kata itu sama. Sinonim hanya menunjukkan kedekatan makna. Dengan melihat semua sinonim satu kata, kita akan terbantu memilih di antara kata-kata itu yang paling dekat dengan yang kita maksudkan.

Tapi kata cantik berantonim dengan kata buruk, jelek, rombeng, dll. Kata suami berantonim dengan istri. Gelap berantonim dengan terang. Dengan melihat antonim suatu kata, memungkinkan kita menggunakan kata tidak untuk memperluas pilihan kata. Contohnya untuk mengungkapkan cantik, kita bisa dapat menggunakan pilihan: tidak buruk, tidak jelek, tidak rombeng, dll.

Kata juga memiliki kekerabatan dengan kesegarisan makna yang disebut hiponim. Kata mawar berhiponim dengan bunga, tumbuhan, makhluk hidup, dll. Kata cantik berhiponim denganwajah, dll. Dengan mengetahui hiponim, memungkinkan seseorang menggunakan variasi dalam mengulang kata untuk menunjukkan keterkaitan kalimat. Lihat dua contoh kalimat berikut:

  • Dia memberiku sekuntum anthurium.
  • Bunga mahal itu punya arti sendiri bagiku.
  • Walaupun masih kecil, itulah tanaman terindah yang pernah kujumpai sepanjang hidupku.

Ketiga kalimat itu saling terkait karena adanya pengulangan kata-kata yang hiponim; mawar, bunga, dan tanaman.

Selain kekerabatan berdasarkan makna seperti dijelaskan di atas, kata bisa memilki kekerabatan keturunan. Kata menulis, misalnya, berkerabat dengan kata tulislah, menulis, ditulis, tertulis, bertulis, tulisan, penulis, penulisan, kepenulisan, alat tulis, dan tulis-menulis karena sama-sama berasal dari kata dasar tulis. Makna kata-kata yang berkerabat seperti itu ada kalanya dekat dan ada kalanya jauh. Bahkan, kata-kata seperti itu berada dalam kelas yang berbeda. Namun, dengan melihat semua kemungkinan bentuk turunan satu kata, kita akan lebih leluasa memilih kata yang paling tepat.

Pemilihan kata, sudah barang tentu, akan mempengaruhi pula bangun kalimat. Bangun kalimar yang menggunakan predikat menulis tak akan sama dengan bangun kalimat yang menggunakan predikat ditulis.

Kalau Andrea Hirata telah membuktikan kehebatannya dalam menulis novel yang kaya diksi, kini giliran anda untuk melakukan hal yang sama dan bahkan lebih hebat. Selamat mencoba.