Banyak pengamat sastra yang mengatakan bahwa novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi, sebagai novel yang kaya diksi. Andrea sendiri sampai digelari seniman kata yang sangat piawai memilih kata kemudian merangkainya menjadi kalimat-kalimat yang indah dan bertenaga untuk melahirkan imajinasi yang mantap tentang guru, kawan dan sekolahnya. Itulah kehebatan diksi. Diksinya sungguh luar biasa.
Pernahkah anda mendengar istilah diksi sebelum ini? Secara harafiah diksi diterjemahkan sebagai pilihan kata. Maksudnya, dalam melihat hubungan antara kata dan segala yang maujud dalam pikiran manusia, kita jangan terpaku hanya kepada satu kata. Jutaan kata telah dicipta oleh manusia sepanjang peradabannya agar mereka dapat mengungkapkan pikiran mereka. Sehingga setiap saat, kita akan menemukan ada pilihan kata dari sekian banyak kata. Pilihan itu didasarkan kepada makna kata maupun bentuk kata. Pilihan itulah yang dinamakan diksi.
Mengapa harus memilih? Ketika kita memikirkan sesuatu, pertama sekali otak kita akan mengarahkan kit kepada satu kata yang sangat akrab dengan pengalaman hidup kita, yaitu kata-kata aktif. Otak kita jarang membawa kita kepada kosa kata pasif. Tapi, kalau kita coba renungkan agak dalam, lebih-lebih lagi kalau kita mencoba membuka tesaurus, sejumlah pilihan kata akan muncul, baik yang aktif maupun yang pasif. Bahkan, kita juga akan dibawa ke kata yang sama sekali baru. Sekarang muncullah kebimbangan, kata mana yang lebih tepat maknanya. Kebimbangan di sini bukan berarti negatif, karena semakin banyak pilihan semakin memungkinkkan kita menyampaikan pikiran secara tepat dan bertenaga.
Satu kata, dalam semua bahasa di dunia, bisa memiliki lebih dari satu makna tergantung pemakaian kata itu secara kontekstual. Kamus akan memberi tahu kita berapa macam kemungkinan makna yang dimiliki satu kata. Kata yang memiliki banyak makna seperti ini disebut polisem. Kalau membuka kamus, jangan lupa memeriksa semua makna yang dicantumkan untuk semua polisem itu. Barangkali, kita selama ini hanya mengenal satu atau dua makna saja. Kita baru terkejut setelah membuka kamus, kita menemukan lebih banyak makna dari yang kita duga.
Tahukah anda, bahwa kata korban adalah polisem yang memiliki dua makna? Kata tambang juga polisem dan memiliki lima makna. Demikian juga kata buku, bisa, kopi, amat termasuk polisem.
Apa yang kita sebut polisem di sini harus dibedakan dengan homonim, yaitu kata yang memiliki kesamaan bentuk. Tapi memisahkan antara polisem dan homonim tentu agak sulit dan tidak terlalu diperlukan bagi kegiatan tulis menulis.
Beberapa makna yang berbeda-beda yang dimiliki satu kata itu tidak hanya berbeda secara leksikal sesuai sejarah pembentukan kata tersebut, tapi berbeda secara kontekstual. Maksudnya, secara leksikal satu kata, misalnya, memiliki satu makna, tapi secara penggunaan, mungkin memiliki makna lain akibat pengaruh budaya penuturnya.
Untuk tulisan ilmiah, seseorang harus berhati-hati dalam memilih kata karena bisa jadi kata itu memiliki makna lain yang memungkinkan pembaca salah mengerti. Sebutlah kata bunga raya. Kata itu secara leksikal memiliki makna yang jelas, sebagai nama salah satu bunga. Tapi, dalam konteks tertentu, kata bunga raya dapat diartikan sebagai perempuan asusila. Dalam tulisan fiksi, kadang-kadang sengaja digunakan kata-kata yang memiliki makna lain agar diperoleh perluasan imajinasi. Di sinilah perlunya seorang penulis mempelajari kata-kata yang berkonotasi ke makna lain tersebut agar dia dapat dengan sengaja memakai atau menghindarinya.
Selain satu kata memiliki makna yang bebeda-beda, baik secara linguistik maupun secara kontekstual, satu kata juga memiliki kekerabatan dengan kata lain. Artinya, dari satu kata, kita dapat menelusuri kata lain yang maknanya masih dalam perkerabatannya. Ada empat perkerabatan kata, yaitu:
- sinonim, berdasarkan kemiripan makna
- antonim, berdasarkan keberpasangan makna
- hiponim, berdasarkan kesegarisan makna
- derivatif, berdasarkan keseturunan
Kata cantik, bersinonim dengan ayu, jelita, manis, molek, rancak, cakap, indah, dll. Kata pembantu bersinonim dengan babu, jongos, pesuruh, asisten., dll. Sinonim bukan berarti makna kata-kata itu sama. Sinonim hanya menunjukkan kedekatan makna. Dengan melihat semua sinonim satu kata, kita akan terbantu memilih di antara kata-kata itu yang paling dekat dengan yang kita maksudkan.
Tapi kata cantik berantonim dengan kata buruk, jelek, rombeng, dll. Kata suami berantonim dengan istri. Gelap berantonim dengan terang. Dengan melihat antonim suatu kata, memungkinkan kita menggunakan kata tidak untuk memperluas pilihan kata. Contohnya untuk mengungkapkan cantik, kita bisa dapat menggunakan pilihan: tidak buruk, tidak jelek, tidak rombeng, dll.
Kata juga memiliki kekerabatan dengan kesegarisan makna yang disebut hiponim. Kata mawar berhiponim dengan bunga, tumbuhan, makhluk hidup, dll. Kata cantik berhiponim denganwajah, dll. Dengan mengetahui hiponim, memungkinkan seseorang menggunakan variasi dalam mengulang kata untuk menunjukkan keterkaitan kalimat. Lihat dua contoh kalimat berikut:
- Dia memberiku sekuntum anthurium.
- Bunga mahal itu punya arti sendiri bagiku.
- Walaupun masih kecil, itulah tanaman terindah yang pernah kujumpai sepanjang hidupku.
Ketiga kalimat itu saling terkait karena adanya pengulangan kata-kata yang hiponim; mawar, bunga, dan tanaman.
Selain kekerabatan berdasarkan makna seperti dijelaskan di atas, kata bisa memilki kekerabatan keturunan. Kata menulis, misalnya, berkerabat dengan kata tulislah, menulis, ditulis, tertulis, bertulis, tulisan, penulis, penulisan, kepenulisan, alat tulis, dan tulis-menulis karena sama-sama berasal dari kata dasar tulis. Makna kata-kata yang berkerabat seperti itu ada kalanya dekat dan ada kalanya jauh. Bahkan, kata-kata seperti itu berada dalam kelas yang berbeda. Namun, dengan melihat semua kemungkinan bentuk turunan satu kata, kita akan lebih leluasa memilih kata yang paling tepat.
Pemilihan kata, sudah barang tentu, akan mempengaruhi pula bangun kalimat. Bangun kalimar yang menggunakan predikat menulis tak akan sama dengan bangun kalimat yang menggunakan predikat ditulis.
Kalau Andrea Hirata telah membuktikan kehebatannya dalam menulis novel yang kaya diksi, kini giliran anda untuk melakukan hal yang sama dan bahkan lebih hebat. Selamat mencoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar