Senin, Oktober 06, 2008

Unsur-Unsur Kalimat

Telah disinggung sebelum ini, bahwa kalimat terdiri dari dua unsur, yaitu subjek dan predikat. Hubungan subjek dan predikat dalam kalimat iti bagaikan hubungan proton dan elektron dalam atom. Tanpa kehadiran kedua unsur ini, subjek dan predikat, dalam suatu susunan kata, susunan itu tidak dapat dipandang sebagai kalimat. Walaupun demikian, tidak semua kata bisa dipandang sebagai subjek maupun predikat. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk subjek dan predikat. Berikut ini akan kita bicarakan secara panjang lebar setiap unsur pembangun kalimat terssebut.

SUBJEK

Subjek adalah sesuatu yang akan diinformasikan kalimat. Subjek adalah inti kalimat. Subjek harus bisa berdiri sendiri. Karena karakteristiknya seperti itu, yang bisa menempati posisi subjek hanyalah nomina.

Ini adalah beberapa contoh kalimat dengan beberapa variasi subjeknya, baik nomina maupun frasa nomina.

  • Guru menulis.
  • Guru itu menulis.
  • Guru saya itu menulis.
  • Guru sejarah saya itu menulis.
  • Mantan guru sejarah saya itu menulis.

Jika dua nomina digandengkan sebagai subjek tanpa membentuk frasa, dan masing-masingng bisa salingmenggantikan, maka nomina yang satu dinamakan aposisi terhadap yang lain. Perhatikan contoh berikut:

  • Mantan guru sejarah saya itu, Pak Ahmad, menulis

Dalam kalimat itu, Mantan guru saya adalah subjek, sedangkan Pak Ahmad berfungsi sebagai aposisi yang perannya bisa menggantikan mantan guru saya.

Bagaimana dengan contoh berikut?

  • Menulis itu mudah
  • Mudah itu disenangi.

Dalam kamus, menulis adalah verba, dan mudah adalah ajektiva. Seharusnya, kedua kata itu tidak dapat dipakai sebagai subjek sesuai dengan karakteristik kata yang boleh menjadi subjek.

Dalam kedua contoh kalimat di atas, kita memandang menulis dan mudah bukan sebagai verba atau ajektiva, melainkan sebagai nomina. Jadi ajektiva maupun verba bisa dipaksa menempati posisi nomina, padahal, aslinya, verba dan ajektiva bukanlah kata yang memiliki konsep yeng berdiri sendiri. Kasus ini dinamakan nominalisasi: pemaksaan mengubah ajektiva dan verba menjadi nomina. Sehingga, walaupun wujudnya masih ajektiva dan verba, tapi dalam konteks ini kata-kata itu adalah nomina. Dalam tatabahasa, kata menulis di atas dinamakan nomina verbal, sedangkan kata mudah disebut nomina ajektival.

Tapi kita mesti hati-hati dalam memahaminya. Makna kata menulis dalam kalimat guru itu menulis, tidak sama dengan kata menulis dalam kalimat menulis itu mudah. Mereka serupa tapi tak sama. Kata menulis dalam kalimat pertama guru itu menulis menunjukkan tindakan subjek, dalam hal ini guru itu. Kata ini berfungsi sesuai dengan kelas aslinya, verba. Tapi, dalam kalimat kedua menulis itu mudah, kata menulis tidak berarti suatu tindakan, tapi berarti segala hal yang berkaitan dengan kegiatan menulis, baik metodanya, caranya, bahkan keadaannya. Kata menulis dalam kalimat kedua tampil sebagai nomina. Inilah yang dalam tatabahasa dinamakan nomina verbal, yang maksudnya adalah verba yang berperilaku nomina.

Penjelasan yang serupa diberikan pada pemakaian adjektiva sebagai subjek. Dalam Bahasa Indonesia, suatu adjektiva yang biasanya dipakai sebagai sifat atau predikat, dapat langsung dipakai sebagai subjek tanpa perubahan bentuk. Yang berbeda hanyalah maknanya saja. Ketika dipakai sebagai subjek, kata yang aslinya adjektiva tersebut berperilaku sebagai nomina yang mencakup makna yang lebih luas. Contoh, kata mudah yang di dalam kamus disebut adjektiva, normalnya dipakai sepakai predikat, seperti dalam kalimat soal itu mudah . Tapi kata mudah juga langsung dapat dipakai sebagai subjek kalimat tanpa perubahan bentuk, seperti dalam kalimat mudah itu disenangi.

Fenomenda seperti ini sebenaranya juga terjadi di bahasa selain Bahasa Indonesia. Tapi, yang menarik, dalam Bahasa Indonesia, kelas kata verba dan ajektiva dapat dipakai langsung sebagai nomina tanpa mengubah bentuknya, sementara dalam bahasa lain, verba dan ajektiva hanya dipandang sebagai nomina setelah diubah bentuknya menjadi nomina.

Coba bandingkan dengan Bahasa Inggris. Dalam bahasa itu, ketika suatu verba akan dipakai sebagai subjek kalimat, verba tersebut harus diubah dulu bentuknya menjadi bentuk nomina, yang dalam Bahasa Ingris diistilahkan dengan verbal noun. Gerund dan to infinitif termasuk verbal noun. Demikian juga dalam Bahasa Arab, setiap verba harus diubah menjadi nomina kalau mau dijadikan subjek kalimat. Dalam Bahasa Arab diistilahkan dengan masdar.

Bentuk subjek yang lain adalah dengan menggandengkan dua nomina yang kedua-keduanya berkedudukan sama, sehingga tidak ada yang menjadi pewatas. Pola ini disebut aposisi. Artinya, nomina yang satu dapat menggantikan nomina yang satu lagi. Contohnya adalah: Ahmad, kawan saya itu, menulis novel pertualangan.

Barangkali ini suatu unugerah bagi kita orang Indonesia untuk menulis, sehingga tak usah payah-payah mengubah-ubah bentuk kata. Kita bisa langsung pakai seperti apa adanya, baik sebagai subjek maupun sebagai predikat.

PREDIKAT

Inilah ruas yang mengandung informasi tentang subjek. Predikat adalah pernyaatan tentang tindakan atau keadaan subjek. Walaupun predikat merupakan ruas yang terpisah dari subjek, predikat tidak bisa berdiri sendiri tanpa subjek. Karena ada subjeklah maka ada predikat.

Predikat, setidak-tidaknya terdiri dari satu frasa, yang disebut frasa utama atau frasa inti. Kalau frasa ini wajib keberadaannya untuk bisa disebut kalimat. Selain frasa utama, dapat ditambahkan beberapa frasa lain berupa frasa keterangan yang boleh ada dan boleh tidak ada, sehingga jumlah frasa dalam satu predikat menjadi tidak terbatas.

Frasa Utama : Kerja atau Keadaan

Sesuai dengan karakteristiknya, frasa utama hanya bisa ditempati oleh ajektiva atau verba. Ajektiva digunakan untuk menggambarkan keadaan subjek dan verba digunakan untuk menunjukkan apa yang sedang dikerjakannya. Ajektiva maupun verba bisa dalam bentuk kata maupun dalam bentuk frasa.

Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat dengan subjek yang sama yaitu guru itu. Kerja maupun keadaan guru itu dijelaskan dengan berbagai tipe verba maupun ajektiva yang berfungsi sebagai frasa utama.

  • Guru itu duduk (verba intransitif)
  • Guru itu membaca buku (frasa verba mono transitif , yaitu verba dengan satu objek)
  • Guru itu memberi saya buku (frasa verba bitransitif, yaitu verba dengan dua objek: langsung dan tak langsung)
  • Guru itu mengira dia baik (frasa verba transitif, yaitu verba dengan satu objek dan satu komplemen)
  • Guru itu menulis (verba ditransitif, yaitu verba yang objeknya dilesapkan)
  • Guru itu mengapur dinding (frasa verba tansitif aktif dengan satu objek)
  • Guru itu memasakkan saya makanan (frasa verba aktif kausatif)
  • Gru itu dihormati (verba pasif)
  • Guru itu terantuk batu (frasa verba pasir ergatif)
  • Guru itu berkelakar (verba anti pasif)
  • Guru itu marah-marah (verba reduplikasi)
  • Guru itu cuci mata (frasa verba majmuk)
  • Guru itu berhias (verba reflektif)
  • Guru itu bertambah sibuk (frasa verba ekuatif)
  • Guru itu mengubah pikiran (frasa verba telis)
  • Guru itu berubah pikiran (frasa verba atelis)
  • Guru itu berjanji (verba performatif)
  • Guru itu cerdas (ajektiva dasar)
  • Guru itu kebarat-baratan (frasa ajektiva turunan)
  • Guru itu tersinggung (ajektiva turunan)
  • Guru itu tajam ingatan (ajektiva majmuk)
  • Guru itu satu (ajektiva numeralia)
  • Guru itu beberapa orang (ajektiva numeralia)

Dalam contoh di atas, ada verba yang dapat berdiri sendiri sebagai predikat, tapi ada pula verba yang harus mempunyai objek berupa nomina atau objek pelengkap berupa ajektiva atau nomina. Predikat ajektiva dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan objek.

Selain contoh predikat berupa verba dan ajektiva di atas, ada pula kalimat lain yang predikatnya nampak seperti bukan verba atau ajektiva. Kalimat itu seolah-olah berpredikat nomina. Dalam tata bahasa sering disebut predikat nominatif. Contohnya adalah Guru itu idola saya.

Kalau dicermati, kalimat itu sebenarnya berpredikat verba, yaitu verba yang di singgung di atas tadi: verba kopulatif. Verba kopulatif dapat dilesapkan sehingga boleh tidak muncul jika subjek kalimatnya tidak panjang. Bentuknya yang asli sebelum verbanya dilesapkan adalah guru itu adalah idola saya. Dalam hal ini, verba kopulatif adalah telah dilesapkan ke dalam objeknya, idola saya. Tapi, bila subjeknya terdiri dari frasa yang panjang, verba tersebut tidak bisa dilesapkan. Contohnya: Mantan guru sejarah Islam adalah idola saya. Pelesapan verba kopulatif di sini bisa mengakibatkan ketaksaan.

Termasuk dalam verba kopulatif adalah ada, adalah, ialah, merupakan.

Ada lagi contoh kalimat yang seolah-olah berpredikat frasa peposisi, seperti guru itu di kelas. Kalau dicermati, kalimat itu sebetulnya juga memiliki verba. Karena verba itu menunjukkan tempat sementara objeknya berupa frasa preposisi juga menunjukkan tempat, verba itu sering dilesapkan ke objeknya. Dengan membaca frasa preposisi saja, pembaca sudah dapat memahami vernanya. Dalam bentuk asli, contoh tersebut berbentuk
guru itu berada di kelas.

Tapi, dalam kasus yang memungkinkan terjadi kesalahpahaman, verba tidak boleh dilesapkan semacam itu, melainkan harus ditulis lengkap.

Ini juga merupakan ciri khas Bahasa Indonesia. Kasus pelesapan kata ke kata lainnya sering terjadi. Kata yang dilesapkan tidak muncul lagi, tapi pembaca harus dapat melihat kata lain tersebut telah mengandung makna kata yang dilesapkan.

Frasa Tambahan: Keterangan

Satu frasa lagi atau lebih dapat ditambahkan ke dalam predikat. Predikat yang paling sederhana terdiri dari satu frasa, yaitu frasa utama. Predikat yang lebih kompleks dapat terdiri dari beberapa frasa sebagai penambah frasa utama.

Frasa lain yang boleh ditambahkan ke dalam predikat kalimat adalah keterangan. Keterangan adalah frasa tambahan, sehingga keberadaannya tidak wajib. Tapi, tanpa keterangan, kalimat akan terasa hambar sebab ada informasi penting yang terkandung di dalam keterangan yang tidak diberikan.

Jumlah keterangan yang dapat ditambahkan tidak terbatas, sesuai dengan keinginan penulis. Posisi keterangan pun dapat dipertukar-tukarkan.

Sebagian ahli tata bahasa menganggap bahwa keterangan merupakan bagian ruas predikat, yaitu adverbia yang memjelaskan verba. Para ahli ini hanya membagi kalimat menjadi dua ruas, subjek-predikat. Semua unsur keterangan merupakan bagian dari predikat. Sebagian ahli yang lain menganggap keterangan yang berdiri sendiri. Mereka melihat ada tiga ruas dalam kalimat, yaitu subjek, prdedikat dan keterangan.

Menurut saya, pendapat ahli yang pertama bisa diterima jika keterangan terletak setelah verba atau ajektiva predikat. Tapi, jika keterangan ditempatkan sebelum verba atau ajektiva predikat, sulit untuk mengatakan bahwa keterangan itu bagian dari predikat. Saya lebih cendrung untuk mengatakan bahwa sebenarnya keterangan adalah ruas tersendiri seperti pendapat ahli yang kedua. Keterangan bukan bagian dari ruas predikat.

Seperti subjek dan predikat juga, keterangan dapat dibuat dari kata atau dari frasa. Frasa yang banyak dipakai untuk menjadi kerangan adalah frasa preposisi. Yang berikut adalah contoh kata atau frasa yang banyak dipakai sesuai dengan jenis keterangan masing-masing.

  • Guru itu menulis hingga letih (Keterangan akibat)
  • Guru itu menulis dengan pena (Keterangan alat)
  • Guru itu menulis seandainya cukup bahan.(Keterangan perandaian)
  • Guru itu menulis secara cepat.(Keterangan cara)
  • Guru itu menulis agar sukses.(Keterangan harapan)
  • Guru itu menulis bersama istrinya.(Keterangan kesertaan)
  • Guru itu menulis tentang kemerdekaan.(Keterangan mengenai)
  • Buku itu ditulis oleh guru.(Keterangan pelaku)
  • Guru itu menulis seperti pujangga lama.(Keterangan pembandingan)
  • Guru itu menulis semua hal kecuali filsafat.(Keterangan pengecualian)
  • Guru itu menulis sehalaman demi sehalaman.(Keterangan perurutan)
  • Guru itu menulis demi sesuap nasi.(Keterangan peruntukan)
  • Guru itu menulis lantaran kemiskinannya.(Keterangan sebab)
  • Guru itu menulis jika ada ide.(Keterangan syarat)
  • Guru itu menulis di taman belakang.(Keterangan tempat)
  • Guru itu menulis ketika senggang.(Keterangan waktu)
  • Guru itu menulis meskipun hujan.(keterangan posesif)
  • Guru itu menulis barangkali. (Keterangan ketakpastian)
  • Guru itu menulis sebaik-baiknya.(Keterangan kualitas)
  • Guru itu menulis sungguhpun demikian.(Keterangan perangkai)

Sesuai dengan karakteristiknya, Keterangan dapat ditempatkan di awal, di tengah (antara subjek dan pedikat) atau di akhir. Kita dapat merasakan perbedaan cita rasa kalimat dengan variasi penempatan keterangan tersebut, walaupun pesan yang disampaikan kalimat pada hakikatnya sama. Ini pula yang menjadi alasan mengapa keterangan merupakan ruas tersendiri dalam kalimat.

  • Guru itu menulis kemarin
  • Guru itu, kemarin,menulis
  • Kemarin, guru itu menulis

Bukan hanya satu keterangan yang bisa ditambahkan ke dalam kalimat, beberapa keterangan dapat sekaligus ditempatkan, seperti dalam kalimat berikut:

  • Sungguhpun demikian, dia, secara suka rela, dapat menyelesaikan tugasnya dengan sempurna, tepat waktu, sebelum tamu-tamu itu datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar