Selasa, Oktober 07, 2008

Bangun Kalimat Lainnya

Perbincangan tentang kalimat ternyata tidak dapat dipendek-pendekkan kalau tidak ingin memperoleh tulisan yang primatur, jelek, dan diremehkan. Dalam pembahasan yang lalu, telah dikupas bangun kalimat berita dengan penempatan subjek yang selalu mendahului predikat. Sekarang giliran kita membahas bangun kalimat yang berbeda dari yang itu. Pembahasan itu tidak cukup kalau kita ingin mempunyai variasi kalimat yang lebih beragam. Pembahasan tentang bangun kalimat yang belum pernah kita tinjau itu adalah: kalimat inversi, kalimat tanya, kalimat seru, dan kalimat suruh. Bersiaplah sekarang!

Bangun kalimat berita tidak harus seperti pola kalimat yang pernah kita bicarakan, yaitu pola kalima yang subjeknya di depan kemudian diikuti predikat. Subjek tidak selalu harus mendahului predikat. Dalam banyak kasus, jika penulis ingin memberi tekanan pada predikat, sebaiknya predikat ditempatkan sebelum subjek. Contohnya dalam kalimat Di sini berlaku undang-undang darurat perang. Kedua frasa di sini
berlaku adalah predikat, sementara undang-undang darurat perang adalah subjek. Kalimat dengan pola seperti ini, predikat mendahului subjek, dinamakan kalimat inversi. Kalimat inversi termasuk kalimat baku yang diterima oleh kaidah tata bahasa dan banyak dipakai dalam berbagai tulisan, baik fiksi maupun non fiksi.

Di pembahasan sebelumnya, fokus kita tertuju pada jenis kalimat berita saja, yaitu bangun kalimat yang subjek dan predikatnya sudah diketahui oleh penulis. Kalau tujuannya mempertanyakan salah satu unsur yang belum diketahui, digunakan kalimat dengan pola pertanyaan. Dalam pola ini, salah satu kata ganti penanya seperti apa, bagaimana, dimana, mengapa, kapan, bila, dan siapa digunakan untuk menggantikan unsur yang tidak diketahui dan ingin dipertanyakan penulis. Misalnya, jika yang akan ditanyakan adalah subjeknya, contoh bangunnya adalah Siapa menulis buku itu? Jika yang ditanyakan adalah pedikatnya, maka contoh bangunnya adalah Siapa penulis buku itu? Masih banyak contoh yang lain. Kalimat dengan pola pertanyaan termasuk pola yang baku yang juga diterima oleh kaidah tata bahasa.

Pola lain yang juga baku adalah pola kalimat seru yang mempunyai bangun yang lain dari bangun kalimat berita dan kalimat tanya. Contoh kalimat seru adalah Alangkah indahnya rumah itu! Seperti pada contoh itu, kalimat seru biasanya dimulai dengan interjeksi seperti alangkah, betapa, oh, aduh, wah, masyaallah, dll.

Jika kita menyuruh seseorang, kita akan menggunakan bangun kalimat seperti Tulislah! Kalimat itu seolah-olah tidak mempunyai subjek. Pola inilah yang dinamakan pola kalimat suruh atau perintah. Secara implisit, subjeknya adalah kata ganti orang kedua seperti kamu, engkau, anda, yang dilesapkan.

ANAK KALIMAT DAN KUTIPAN

Dalam tata bahasa Bahasa Indonesia, bukan hanya kata dan frasa yang bisa menempati ruas subjek dan predikat. Satu kalimat yang utuh (mengandung subjek dan predikat) dapat ditempatkan di salah satu ruas kalimat lainnya. Kita menyebut kalimat yang menempati fungsi salah satu unsur kalimat lain ini sebagai anak kalimat.

Anak kalimat pada dasarnya mengandung subjek dan predikat. Bahkan, predikatnya mungkin juga mengandung frasa keterangan. Tapi, untuk bisa menempati satu ruas atau mengganti kedudukan satu frasa di dalam kalimat lain, suatu kalimat harus dipandang sebagai satu kesatuan seperti kita memandang satu kata. Untuk tujuan menjadi satu kesatuan itulah, kalimat yang akan dijadikan anak kalimat sengaja didahului oleh satu preposisi . Adanya preposisi ini menjadi sebab mengapa anak kalimat tidak dapat lagi berdiri sendiri sebagaimana layaknya kalimat.

Sebagian ahli bahasa tidak menyebutkan kata yang mendului anak kalimat sebagai preposisi. Mereka lebih memilih untuk menyebutnya sebagai konjungsi subordinatif. Di sini, saya akan tetap menyebutnya preposisi karena kalimat yang dijadikan anak kalimat tidak berkedudukan setara dengan kalimat induknya, sementara konjungsi hanya menggabungkan dua unsur yang setara.

Berdasarkan karakteristiknya, anak kalimat dapat menempati semua posisi yang dapat ditempati nomina. Ini berarti anak kalimat bisa menjadi subjek, pewatas subjek, objek langsung verba, objek tak langsung verba, pewatas objek verba, objek preposisi, pewatas onjek preposisi, dan komplemen.

Preposisi yang banyak dipakai untuk menjadikan suatu kalimat sebagai subjek atau objek kalimat lain adalah bahwa dan yang. Selain itu, ada preposisi untuk menjadikan satu kalimat sebagai keterangan di kalimat lain seperti setelah, karena, dengan, dll. Contohnya, dengan menambahkan bahwa di depan kalimat Ia bersalah, maka jadilah anak kalimat bahwa ia bersalah.

Bila anak kalimat dibuat dengan bangun kalimat tanya, tidak diperlukan lagi preposisi seperti di atas. Contohnya Kemana ia pergi dapat langsung dipakai sebagai anak kalimat tanpa tambahan preposisi lagi. Kata ganti penanya kemana dianggap sebagai pengganti preposisi.

Kutipan langsung, diperlakukan persis seperti anak kalimat, yaitu dapat menggantikan nomina dalam posisi apapun di dalam kalimat.

Berikut ini adalah senarai contoh kalimat yang mengandung anak kalimat yang menempati fungsi sebagai yang disebutkan di atas:

  • Sebagai subjek

    • Bahwa dia terjebak macet menjadi sumber kegelisahannya
    • Bahwa mereka tak bersedia meragukan saya
    • Yang biasanya terbang tinggi adalah burung elang
    • Mengapa ia berbuat begitu tidak pernah disadarinya
    • "Saya mencintaimu" tidak pernah diucapkannya lagi setelah itu.
  • Sebagai pewatas subjek

    • Preman yang memukul kami, melarikan diri
    • Preman yang dikeroyok masa, melakukan perlawanan
    • Buku yang saya beli telah dihilangkan kawan
    • Teriakan "Aduuuh!" di luar telah mengganggu ketenangan pengunjung
  • Sebagai objek verba

    • Dia sering mengatakan dia sakit perut bila tidak alasan lain
    • Dia mengatakan bahwa kawannya ikut terlibat
    • Dia mengatakan "Tiada maaf bagimu"
  • Sebagai pewatas objek verba

    • Dia membawa semua yang dilarang ke sini
    • Saya membaca buku yang direkomendasikan guru
    • Saya tahu alasan mengapa ia memakai jilbab
    • Saya mendengar teriakan "Allahu akbar"
  • Sebagai objek preposisi

    • Dia telah pergi ke sekolah sebelum ayahnya pulang
    • Dia terus maju dengan "Merdeka atau mati"
  • Sebagai pewatas objek preposisi

    • Ahmad menuliskan buku demi sesuatu yang dicita-citakannya
  • Sebagai komplemen verba

    • Saya tidak percaya bahwa mereka bersedia

PEMAKAIAN KONJUNGSI

Untuk memperkaya variasi kalimat, tata bahasa memperkenalkan satu kaidah menggabungkan dua kata membentuk gabungan. Penggabungan bisa juga berlaku antara dua frasa dan dua kalimat. Kata, frasa, atau kalimat yang digabungkan ini berkedudukan setara dan secara keseluruhan berperilaku sebagai suatu kesatuan walaupun unsur-unsur yang digabung itu tidak saling mempengaruhi secara makna, tapi berada pada maknanya masing-masing. Namun, secara sintaksis, gabungan ini berperilaku seperti kata tunggal.

Penggabungan dapat dilakukan dengan penggunaan tanda baca pemisah seperti koma atau titik-koma. Walaupun demikian, yang paling banyak dipakai untuk penggabungan adalah konjungsi.

Ada beberapa jenis konjungsi sesuai fungsinya, yaitu: konjungsi penyertaan, pertentangan, pilihan, ketercakupan, keruntutan, penekanan, dan penjelasan.

Konjungsi penyertaan adalah konjungsi yang menunjukkan keberadaan kedua unsur yang digabungkan sekaligus, seperti bersama, beserta, dan, dan lagi, lagi, lagi pula, serta, selain, tambahan lagi, dan tambahan pula. Contoh pemakaiannya adalah sebagai berikut:

  • Saya, engkau, dan dia (gabungan tiga kata)
  • Ibu saya serta ayah saya (gabungan dua frasa tanpa pelesapan)
  • rumah , kantor, dan furnitur baru (gabungan tiga frasa dengan pelesapan ajektivanya)
  • Saya membaca buku sedangkan Ahmad menulis surat (gabungan dua kalimat tanpa pelesapan)
  • Saya membaca buku kemudian menulis surat (gabungan dua kalimat dengan pelesapan subjeknya)
  • Ayah rajin menulis sedangkan Ibu jarang (gabungan dua kalimat dengan pelesapan predikat)

Dari contoh di atas, unsur-unsur yang sama dapat dilesapkan, dengan menyebutnya sekali saja. Ibu saya dan ayah saya cukup ditulis ibu dan ayah saya. Saya membaca buku bersama Ahmad membaca buku dapat ditulis menjadi saya membaca buku bersama Ahmad.

Selain konjungsi penyertaan, ada lagi konjungsi pertentangan untuk menunjukan apa yang dimaksudkan oleh masing-masing unsur yang digabung saling berlawanan. Konjungsi pertentangan di antaranya adalah: hanya, melainkan, padahal, sebaliknya, sedang, sedangkan, tapi, dan tetapi. Contoh pemakaian konjungsi pertentangan adalah sebagai berikut:

  • Semua anak laki-laki kecuali Ahmad memainkan piano itu
  • Saya membaca buku sebaliknya Ahmad menulisnya

Ada beberapa konjungsi lain selain ketiga jenis konjungsi di atas. Konjungsi pilihan digunakan untuk menunjukkan bahwa satu unsur merupakan alternatif dari unsur yang satu lagi, seperti: antara ..dan…, atau, dan atau… atau…. Konjungsi ketercakupan menunjukkan kedua unsur yang digabung ada di dalamnya, seperti: baik… ataupun …, dan baik… maupun … .Konjungsi yang menunjukkan unsur yang satu terjadi setelah atau sebelum yang satu lagi disebut konjungsi keruntutan, seperti: kemudian, lantas, dan lalu. Konjungsi penekanan menekankan bahwa unsur yang satu lebih penting dari unsur yang lain,seperti: bahkan, malah, dan malahan. Konjungsi penjelas adalah konjungsi untuk menambahkan contoh atau uraian terhadap suatu unsur, seperti: ialah, yakni, dan yaitu.

BANGUN KALIMAT MINOR

Kalimat minor adalah kalimat yang tampaknya tidak memiliki subjek atau predikat. Pada bangun ini, subjek atau predikat sengaja dilesapkan, karena dianggap sama dengan subjek atau predikat pada kalimat sebelumnya. Bangun kalimat seperti ini masih dipandang benar secara tata bahasa, karena subjek atau prdikat kalimat itu pada dasarnya masih dapat ditangkap dari kalimat sebelumnya.

Tapi, jika subjek atau predikat sama sekali kabur, tidak bisa ditangkap dari kalimat sebelumnya, maka bangun ini tidak dapat diterima. Bangun ini dipandang sebagai bangun kalimat yang rancu. Apabila penulis ragu akan ketertangkapan subjek atau predikat, maka wajib ia menuliskan bangun kalimat secara utuh untuk menghilangkan kertancuan itu.

Bangun kalimat minor banyak digemari pada tulisan susastra, seperti novel atau cerpen untuk mempertahankan ritmik (irama) tulisan. Penggunaan kalimat minor dalam tulisan susastra tidak dapat disamakan dengan kalimat rancu, karena kalimat minor memiliki subjek dan predikat walaupun secara implisit. Di lain pihak, kalimat rancu tidak memiliki subjek atau predikat. Kalimat minor melahirkan keindahan, sementara kalimat rancu melahirkan kepusingan.

Contoh pemakaian kalimat minor adalah:

  • Ibu menjahit baju. Kemudian memasak.

Kemudian memasak adalah kalimat minor karena subjeknya tidak ditulis, tapi dilesapkan. Walaupun dilesapkan, pembaca tahu bahwa subjeknya sama dengan subjek kalimat yang mendahulinya, yaitu ibu.

Contoh lainnya lagi adalah:

  • Siapa namamu? Toni.

Toni adalah kalimat minor juga karena predikatnya tidak ditulis lengkap. Predikat kalimat tersebut dapat dipahami dari kalimat yang mendahuluinya. Secara lengkap kalimat itu harus dipahami sebagai Toni adalah namaku.

Contoh terakhir adalah:

  • Oh!

Walaupun tanpa subjek dan predikat, sebuah interjeksi yang diakhiri dengan tanda seru (!) dipandang sebagai kalimat, yaitu kalimat minor.

Untuk menghindari kerancuan, kalimat minor hanya efektif diterapkan bagi kalimat yang pendek. Untuk kalimat yang panjang, yang unsur-unsurnya berupa frasa, lebih efektif digunakan kalimat lengkap.

Demikianlah pembahasan tentang bangun dasar kalimat sesuai dengan kaidah tata bahasa. Kita tidak akan kehilangan peluang untuk mengungkapkan keindahan dan cita rasa tulisan dengan mengikuti kaidah bangun kalimat tersebut. Kepiawaian seorang penulis terletak dari kemampuannya meracik kalimat-kalimat itu dan memperbagaikan bangun dan pilihan katanya. Pada kepiawaian inilah letaknya keindahan sastrawi suatu tulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar