Selasa, September 30, 2008

Paragraf yang efektif

"Apapun yang terjadi, saya akan mati-matian untuk menjaga paragraf ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 45 itu dijamah oleh tangan-tangan jahil yang menginginkan Indonesia berubah wajah" kata Permadi dalam suatu debat politik yang disiarkan MetroTV beberapa tahun yang lalu. O, nampaknya Pembukaan UUD'45 itu terdiri dari beberapa paragraf dan wajah Indonesia ada di paragraf ke empat.

Saya tidak akan membicarakan tentang wajah Indonesia di sini, apalagi membicarakan tentang Permadi dengan Pembukaan UUD'45-nya itu. Itu semua adalah pembiacaraan berat. Di sini, saya hanya akan membicarakan yang ringan-ringan saja, yaitu tentang paragraf.

Dalam setiap wacana, ada satu unit terkecil tulisan yang dinamakan paragraf. Memahami bangun paragraf, berarti kita telah memasuki wilayah tulis menulis yang sangat penting, karena di dalam paragraf inilah terdapat esensi dari tulisan itu sendiri.

Paragraf adalah sejumlah kalimat yang disusun untuk membangun satu unit pikiran atau ide. Secara fisik, paragraf ditandai oleh huruf pertama yang menjorok ke dalam atau adanya satu baris kosong sesudah kalimat terakhirnya, tapi bukan tanda itu yang menjadi definisinya. Paragraf ditandai oleh adanya kesatuan ide atau kesatuan pikiran yang dibangun secara bersama oleh beberapa kalimat yang saling bersambung dan berkait. Bentuk lahiriah berupa huruf pertama yang menjorok ke dalam pada kalimat pertama atau baris kosong setelah kalimat terakhir hanyalah sebagai pemudah bagi pembaca untuk memisahkan paragraf yang satu dengan yang lain.

Satu paragraf seyogyanya memiliki satu ide saja.Karena satu wacana mengandung sejumlah ide untuk menguraikan satu tema tertentu, maka paragraf sesungguhnya adalah satu unit terkecil dalam wacana tersebut.

Dari sudut inilah terjadi kesalahkaprahan pada orang awam dalam tulis menulis. Mereka menyangka bila beberapa kalimat dibuat mengelompok, dengan menjorokkan huruf pertama kedalam atau dibuat baris kosong pembatas, itulah paragraf. Mereka tidak membayangkan apa sesungguhnya kesatuan ide atau kesatuan pikiran dalam suatu paragraf itu.

Kesulitan membuat paragraf seperti yang dimaksudkan di atas, sebenarnya bukan terletak pada proses pengelompokan kalimat menjadi paragraf yang ditandai dengan bentuk fisiknya itu. Pengelompokan kalimat seperti itu mudah saja dilakukan. Kesulitan membuat paragraf justru terasa ketika kita harus memastikan terbentuknya satu ide dalam kelompok kalimat yang mungkin terdiri dari dua atau bahkan puluhan kalimat dalam satu paragraf. Semua kalimat itu harus dibuat mengarah ke satu ide. Satu kalimat saja tidak boleh menyimpang dari ide paragraf tersebut, apalagi kalau semua kalimat di sana ternyata berdiri sendiri-sendiri dengan idenya masing-masing.

Ini sungguh sulit. Saya telah melatih diri melakukan penyatuan ide-ide semacam ini berkali-kali, namun saya masih menemukan kesalahan itu. Ternyata bukan bagi saya saja, sayapun sering menemukan tulisan di media masa yang paragrafnya tidak menunjukkan kesatuan ide.

Adanya satu ide dalam paragraf adalah syarat pertama suatu paragraf untuk bisa dikatakan baik dan efektif. Jika ada satu kalimat yang sungsang, yang menyimpang idenya dari ide paragraf yang ia bangun, maka keseluruhan paragraf akan terasa timpang. Membacanya seperti mengendarai mobil ketika salah satu bannya kempes.

Untuk mendapatkan kesatuan ide tersebut, ada dua macam konstruksi bangun paragraf yang biasa digunakan. Konstruksi pertama adalah konstruksi ide terfokus dan yang kedua adalah konstruksi ide tersebar.

Paragraf dengan konstruksi ide terfokus adalah bahwa di dalam paragraf itu terdapat satu kalimat yang idenya dipandang sebagai ide paragraf. Kalimat itu disebut kalimat topik. Di kalimat inilah ide paragraf terfokus. Kalimat kalimat lain yang ada di sana hanya berisi ide pengembang yang menjelaskan lebih rinci ide kalimat topik. Apabila demikian, dengan membaca kalimat topiknya saja, kita sudah dapat menangkap ide paragraf itu, dan membaca seluruh kalimatnya tentu akan memperjelas ide paragraf secara keseluruhan.

Konstruksi seperti itu disebut juga konstruksi eksplisit yaitu suatu konstruksi paragraf yang idenya terbaca dengan jelas melalui pembacaan kalimat topik. Risiko akan salah interpretasi dapat dihindari melalui paragraf jenis ini. Karena itu, jenis ini banyak disukai pada karya-karya ilmiah.

Konstruksi paragraf yang kedua adalah konsruksi ide tersebar. Dalam konstruksi ini, semua kalimat seolah-olah setara dan berdiri sendiri. Tidak satupun kalimat yang mengandung ide yang lebih menonjol dari yang lain. Kita hanya akan menangkap ide paragraf itu melalui interaksi kalimat-kalimat secara keseluruhan. Karena itu, tidak membaca satu kalimat saja dalam paragraf ini dapat menyebabkan kesimpulan yang berbeda. Ini berarti bahwa konstruksi seperti ini pasti lebih berisiko untuk disalahfahami.

Konstruksi seperti itu disebut konstruksi implisit, karena diperlukan suatu interpretasi untuk menangkap ide paragraf. Walaupun demikian, kita tidak mungkin menghindari jenis ini. Dalam situasi tertentu seperti ketika kita harus membuat kisah-kisah narasi atau ketika kita harus membuat deskripsi sesuatu, kita tidak mungkin mewakilkan ide paragraf ke satu kalimat saja. Bahkan dalam situasi yang lain, paragraf seperti ini sengaja dibuat untuk memberi peluang agar imajinasi pembaca menjadi lebih hidup. Itulah sebabnya, jenis ini banyak disukai pada karya-karya fiksi atau karya non fiksi bergaya fiksi.

Anda pernah membaca tulisan Goenawan Muhammad, Catatan Pinggir? Tulisannya cendrung berisi paragraf-paragraf konstruksi ide tersebar. Padahal, tulisan itu bukan fiksi melainkan sebuah opini. Beliau sengaja membuat tulisan non fiksi bergaya fiksi. Katanya "biar enak dibaca dan perlu".

Syarat kedua bagi paragraf yang efektif adalah ketuntasan ide. Alangkah teganya seseorang penulis membiarkan pembacanya di awang-awang tanpa ketuntasan informasi yang disampaikan. Suatu paragraf harus mengungkapkan ide secara tuntas. Demi ketuntasan ide itulah, paragraf jarang terdiri dari satu kalimat saja. Selalu saja diperlukan beberapa kalimat, dua, tiga, bahkan puluhan kalimat. Apabila demi mengejar ketuntasan ,tapi kejelasan menjadi berkurang dengan bertambahnya kalimat, pemecahan satu paragraf menjadi beberapa paragraf yang lebih sedikit jumlah kalimatnya harus dilakukan. Demikian juga kejernihan, keruntuttan, dan konsistensi sudut pandang tidak boleh dipandang remeh bila kita ingin mendapatkan suatu paragraf yang "enak dibaca dan perlu".

Akhirnya, suatu paragraf yang efektif adalah paragraf yang padu. Paragraf yang padu artinya paragraf yang kalimat-kalimatnya setali, bagaikan satu paket yang erat yang tak tepisahkan. Kalau kesatuan ide suatu paragraf menghendaki munculnya satu ide saja, kepaduan atau kesetalian paragraf menghendaki terjadinya aliran ide dari kalimat ke kalimat secara halus, tidak tersandung-sandung. Satu kalimat mungkin hanya sebagai sebuah kalimat pengembang untuk sebuah kalimat topik, tapi jika ide dari kalimat topik itu meloncat tajam, paragraf itu akan terbaca terpatah-patah. Idenya tidak mengalir dengan mulus.

Dalam hal hubungan antar paragrafpun demikian. Jika ide satu paragraf meloncat jauh dari ide paragraf sebelumnya, pembaca seperti diajak menompang mobil yang ngebut di jalan yang banyak lobangnya. Demikianlah perumpamaan untuk menjelaskan arti penting sebuah kepaduan paragraf.

Membentuk kepaduan paragraf lebih mudah dibandingkan dengan membangun kesatuan atau ketuntasan ide. Yang diperlukan untuk membangun kepaduan hanyalah upaya untuk memastikan seluruh kalimat terangkai rapi dan gap ide antar kalimat tidak terlalu lebar. Penambahan kalimat transisi untuk mengisi gap seperti meletakkan satu anak tangga penghubung dua lantai yang terlalu tinggi untuk dilangkahi. Rangkaian kalimat yang rapi dapat diupayakan, misalnya dengan membuat kaitan antar kalimat sehingga seluruh kalimat menjadi setali. Mengurangi gap ide antar kalimat juga dapat diupayakan, misalnya dengan menambah satu kalimat transisi sebagai penutup gap tersebut. Dalam paragraf yang padu, semua kalimat harus padat, terangkai, dan tidak ada yang terputus. Kepaduan inilah yang melahirkan aliran pikiran yang tidak tersendat-sendat. Pikiran mengalir dengan halus dari satu kalimat ke kalimat lainnya.

Upaya membangun kepaduan kalimat adalah upaya merangkai kalimat ke kalimat. Kalimat harus kait mengait sehingga tidak ada yang berdiri sendiri. Ada lima teknik membangun kepaduan kalimat dalam paragraf, yaitu:

  1. Penggunaan subjek kalimat yang sama di semua kalimat.
  2. pengulangan kata kunci
  3. penggunaan kata ganti
  4. penggunaan kata tunjuk
  5. penggunaan keterangan perangkai.
  6. Penggunaan struktur sejajar.

Membangun kesetalian dengan penggunaan subjek yang sama adalah membuat semua kalimat dalam paragraf tersebut mempunyai subjek yang sama. Predikat kalimat-kalimat itu saja yang berbeda-beda, sementara subjeknya dibuat berulang. Selain pengulangan subjek itu, kesetalian kalimat dapat dibuat dengan pengulangan kata kunci. Kata kunci dapat di ambil dari kalimat sebelumnya di ruas subjek, predikat ataupun keterangan. Lebih jauh lagi, agar lebih terasa kesetalian kalimat dalam paragra itu, pengulangan subjek atau pengulangan kata kunci di atas, dapat digunakan pula kata ganti (seperi ia, mereka) atau kata penunjuk (seperti itu, ini, tersebut). Keempat teknik ini akan memastikan satu kalimat tidak lagi berdiri sendiri, melainkan terkait satu sama lain.

Yang paling banyak dipakai untuk membangun kesetalian kalimat dalam satu paragraf adalah menggunakan keterangan perangkai. Keterangan perangkai adalah unsur tambahan pada satu kalimat yang berfungsi sebagai keterangan. Hanya saja, keterangan perangkai digunakan untuk menunjukkan keterkaitan kalimat tersebut ke kalimat lain. Keterangan perangkai ini biasanya ditempatkan di awal kalimat, dipisahkan dengan tanda koma sebelum subjek kalimat dituliskan. Sebagai satu bagian di dalam kalimat, keterangan perangkai bisa berupa kata, frasa, ataupun klausa.

Beberapa keterangan perangkai yang banyak dipakai adalah: akan tetapi, akhirnya,apabila begitu, apabila demikian, berhubung dengan itu,dengan begitu, dengan cara begitu, dengan cara itu, dengan demikian, dengan kata lain,di samping itu,di pihak lain, jika begitu, jika demikian, juga, kedua, ketika itu, kesimpulannya, lagi pula, maka, meskipun begitu, meskipun demikian, misalnya, namun, oleh karena itu, pada umumnya, pertama, sebab itu, sebagai gambaran, sebagai kesimpulan, sebaliknya, sebenarnya, sehabis itu, sejak itu, sekalipun begitu, selain daripada itu, selain itu, selanjutnya, semenjak itu, sementara itu, sesudah itu, setelah itu, sesungguhnya, sungguhpun begitu, sungguhpun demikian, tambahan lagi, tambahan pula, tetapi, umpamanya, waktu itu, walaupun begitu,dan walaupun demikian.

Akhirnya, kepaduan paragraf dibangun oleh kesejajaran bangun kalimatnya. Semua kalimat dalam satu paragraf selayaknya dibuat dengan bangun yang sejajar untuk setiap unsurnya yang setara. Bila kalimat yang satu menggunakan verba aktif sebagai predikatnya, maka kalimat yang lain sebaiknya menggunakan verba aktif juga aktif. Penggunaan bangun frasa yang serupa untuk mengisi ruas-ruas kalimat akan membantu kesejajaran paragraf. Kesejajaran paragraf ini akhirnya akan mempercantik tampilan paragraf secara keseluruhan disamping menambah kepaduannya dan memberikan cita rasa dan energi yang kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar